Ia menambahkan bahwa latar belakang tingginya pernikahan anak di NTB. Khususnya wilayah Bima lantaran faktor kemiskininan.
"Selain pengawasan orang tua yang lemah, biang kerok banyaknya kasus pernikahan anak di Kabupaten Bima juga dilatarbelakangi kemiskinan," ungkap Nurdin.
Mengacu hal itu, pihaknya menghimbau kepada masyarakat NTB untuk lebih memberikan pengetahuan soal pernikahan.
BACA JUGA:Ayah dari Penyanyi Farel Prayoga Ditetapkan Tersangka Judol Dalam OTT di Banyuwangi
Menurutnya, ideal pernikahan pada umur 25-28 tahun. Dimana pada umur itu secara pemikiran sudah matang.
"Tetap kami berikan imbauan kepada orang tua dan para anak dengan mendatangi langsung ke desa hingga sekolah mereka," imbuh Nurdin.
Pernikahan Anak Melanggar Undang-Undang
Menteri PPPA, Arifah Fauzi menjelaskan pernikahan anak juga melanggar Undang-undang yang berlaku.
Pasalnya, dalam hukum sangat jelas. Dimana, usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Ia menjelaskan bahwa batas usia minimal menikah bukan hanya angka, melainkan kesiapan cara mental, fisik, maupun sosia dalam membangun keluarga.
BACA JUGA:Sambut Libur Anak Sekolah, Kemenhub Siapkan 331 Pesawat Penerbangan Dalam Negeri
BACA JUGA:Kaya akan Wisata Alam dan Budaya, Istri Menteri UMKM : NTB Harus Masuk ke List Liburan
Mengacu hal itu, mengizinkan atau membiarkan adanya pratik pernikahan anak adalah pelanggaran harus dibawa ke ranah hukum dan bukan lagi sekedar urusan keluarga.
"Pemerintah telah berkomitmen untuk melindungi hak-hak anak dari segala bentuk kekerasan, termasuk dengan mencegah terjadinya perkawinan anak. Bahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam Pasal 4 secara tegas menyebutkan bahwa pemaksaan perkawinan anak merupakan bentuk kekerasan seksual," tegas Menteri PPPA.