Menjaga Harapan di Tanjung Aan, Membangun Tanpa Menggusur Keadilan

Dr. H. Ahsanul Khalik/Staf Ahli Gubernur NTB Bidang Sosial Kemasyarakatan--
Pembangunan tidak hanya menjadi monolog kekuasaan, tetapi pembangunan menjadi dialog peradaban yang menghargai setiap manusia. Dalam konteks Tanjung Aan, kita dihadapkan pada pilihan, apakah pariwisata yang dikembangkan akan mencerminkan kemajuan semu, ataukah kita akan membangun pariwisata yang berakar pada nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keberlanjutan?
Tanjung Aan adalah aset ekologis, sosial, dan budaya. Tidak adil jika dalam proses mengelolanya, kita kehilangan sisi kemanusiaannya. Mari kita pastikan bahwa pembangunan KEK Mandalika menjadi contoh bagaimana Indonesia tumbuh secara inklusif, tanpa mengorbankan mereka yang paling rentan.
Tanjung Aan bukan sekedar lahan kosong yang hendak ditata, ia adalah ruang hidup. Ia adalah tapak harapan bagi orang-orang kecil yang ingin ikut bertumbuh bersama arus zaman. Dan tugas kita semua pemerintah, korporasi dan masyarakat sipil menjadikan pembangunan sebagai alat pemberdayaan, bukan peminggiran.
Sudah saatnya pembangunan Mandalika menjadi contoh bahwa Indonesia bisa maju tanpa meninggalkan siapa pun di belakang. Karenanya penyelesaian yang diambil benar-benar mencerminkan rasa keadilan bersama dan menjadikan Tanjung Aan tidak hanya sebagai etalase wisata, tetapi juga sebagai wajah keberadaban pembangunan di negeri ini.
Sumber: