Komisi VIII: Aturan Haji dan Umrah Mandiri Sudah Final, Tak Perlu Diperdebatkan lagi

Komisi VIII: Aturan Haji dan Umrah Mandiri Sudah Final, Tak Perlu Diperdebatkan lagi

H. Aprozi Alam, S.E, Komisi VIII DPR RI Fraksi Partai Golkar--Fraksi Partai Golkar

NTB, DISWAY.IDAnggota Komisi VIII DPR RI, Aprozi Alam, menegaskan bahwa aturan terkait penyelenggaraan haji dan umrah mandiri tidak perlu lagi diperdebatkan.

Menurutnya, ketentuan tersebut telah tertuang secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 yang sudah disahkan bersama pemerintah.

“Tidak perlu lagi pembahasan tambahan. UU Nomor 14 Tahun 2025 sudah sangat jelas mengatur mekanisme haji dan umrah mandiri,” ujar Aprozi di kompleks parlemen, Senayan, Senin, 27 Oktober 2025.

BACA JUGA:Perempuan, Kepemimpinan, dan Amanah di Ruang Akademik Islam

Politisi asal Sumatra Selatan itu mengakui masih ada sejumlah pihak yang belum sepenuhnya menerima regulasi baru ini. Namun, ia menilai hal tersebut merupakan dinamika yang wajar dalam proses perubahan kebijakan.

“Kalau ada pihak yang merasa keberatan, itu hal biasa. Dunia travel memang bisnis, tapi kepentingan masyarakat jauh lebih penting untuk diutamakan oleh pemerintah,” jelasnya.

Aprozi menambahkan, penerapan sistem haji dan umrah mandiri di Indonesia merupakan penyesuaian terhadap kebijakan yang sudah lebih dulu diberlakukan di Arab Saudi.

BACA JUGA:Real Madrid Tegaskan Dominasi La Liga, Tumbangkan Barcelona 2-1 di Bernabeu

“Di Arab Saudi, sistem seperti ini sudah berjalan lama. Indonesia hanya mengikuti mekanisme yang telah diatur oleh pemerintah Saudi,” ungkapnya.

Melalui kebijakan ini, masyarakat diberi keleluasaan untuk menunaikan ibadah haji maupun umrah secara mandiri, dengan tetap mengikuti aturan yang berlaku.

“Pemerintah memberi kesempatan bagi masyarakat untuk berangkat secara mandiri, tapi tetap harus sesuai ketentuan undang-undang,” ucap Aprozi.

Ia menjelaskan, calon jemaah yang ingin berangkat secara mandiri wajib memenuhi sejumlah syarat dasar, seperti beragama Islam, memiliki paspor yang masih berlaku, serta mendaftar melalui aplikasi Nusuk, agar keberangkatannya tercatat resmi di Kementerian Haji Indonesia dan Kementerian Haji Arab Saudi.

“Pemerintah harus tahu siapa dan kapan seseorang berangkat. Kalau tidak terdaftar secara resmi, tentu tidak bisa diberangkatkan,” tegasnya.

Aprozi juga menyadari bahwa setiap perubahan aturan pasti membawa konsekuensi bagi sebagian pihak.

Sumber: