Mataram, DISWAY.ID – Ketua Harian Kompolnas Arief Wicaksono menyoroti tidak dimasukkannya pasal narkotika dalam proses hukum terhadap dua oknum anggota polisi yang terlibat kasus penganiayaan hingga menyebabkan kematian. Padahal, menurut Arief, terdapat indikasi kuat keterlibatan narkoba dalam peristiwa tersebut.
“Masalahnya hanya penganiayaan. Masalah narkoba tidak ada, padahal dari hasil tes urine inisial Y dan M itu positif,” kata Arief usai mengunjungi para tersangka kematian Brigadir Nurhadi, Jumat (11/7).
Ia menyebut, seharusnya penanganan terhadap unsur narkoba juga dilakukan, apalagi diduga terjadi penyalahgunaan zat seperti Riklona obat keras yang seharusnya digunakan dengan resep dokter yang kemudian dicampur dengan alkohol dan ekstasi (ineks). Hal ini disebutnya sebagai bagian dari pola konsumsi para terduga pelaku sebelum peristiwa terjadi.
“Riklona itu harusnya pakai resep. Itu dioplos dengan tequila, dicampur ineks juga. Tapi karena tak ditemukan barang bukti, hanya hasil tes urine, akhirnya kasus narkobanya di-restorative justice-kan,” ujarnya.
Arief menilai, walaupun tak ditemukan barang bukti fisik, rehabilitasi seharusnya tetap dilakukan. Ia menyarankan agar penyidik menggandeng BNNP NTB dan menggunakan Tim Asesmen Terpadu (TAT).
“Kalau tidak ada bukti, bisa dilakukan rehabilitasi. Itu bagian dari penghukuman juga,” jelasnya.
PTDH dan Penahanan Tetap Dijalankan
Meski unsur narkoba belum diangkat dalam tuntutan pidana, dua oknum anggota tetap dikenakan sanksi etik berat. Salah satunya bahkan sudah dijatuhi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) oleh Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
“Kita tidak melihat ada rekayasa dalam penanganan ini. Ada penahanan, ada PTDH. Itu membuktikan proses hukum berjalan,” kata Arief.
Saat ini, berkas perkara sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi NTB dan tinggal menunggu petunjuk jaksa penuntut umum (JPU) apakah berkas sudah lengkap atau perlu dilengkapi kembali.
Saksi Kunci M
Sementara itu, salah satu tersangka berinisial M yang disebut sebagai saksi kunci diduga enggan mengungkapkan fakta sebenarnya. Permintaan penangguhan penahanan diajukan oleh pengacaranya, dengan alasan M diduga alami tekanan dan ketakutan.
“Kalau minta penangguhan, secara hukum acara itu dimungkinkan. Tapi nanti penyidik yang menilai, apakah ada jaminan, tidak melarikan diri, atau merusak barang bukti,” jelas Arief.
Namun Arief menambahkan, lokasi domisili M yang berada di luar NTB bisa menjadi pertimbangan penyidik menolak penangguhan karena berisiko menyulitkan proses hukum.
Kompolnas: Masih Banyak Hal yang Belum Terungkap