Pengguna tol kerap mengeluhkan kondisi jalan berlubang, meskipun laporan keuangan perusahaan menunjukkan alokasi dana pemeliharaan dalam jumlah besar.
Kritik serupa disampaikan oleh pengamat dari Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, yang menilai perpanjangan konsesi tanpa publikasi yang memadai melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas.
“Ini bentuk pengelolaan aset negara yang tidak sehat. Negara dirugikan, publik dirugikan. Kejaksaan Agung harus menyelesaikan penyelidikan ini sampai tuntas,” tegas Uchok.
Sementara itu, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) membantah tudingan tersebut.
Kepala BPJT Wilan Oktavian menyebut bahwa perpanjangan masa konsesi telah diatur dalam amendemen perjanjian sejak 2020, seiring dengan penugasan pembangunan Harbour Road II kepada CMNP.
“Perpanjangan ini bukan keputusan tiba-tiba, tetapi bagian dari perjanjian lama yang sudah disepakati lima tahun lalu,” ujarnya.
Namun, penyelidikan oleh Kejaksaan Agung terus berjalan sejak Juli 2025.
Sejumlah pejabat terkait dan mantan petinggi CMNP telah dimintai keterangan. Meski belum ada tersangka, tekanan publik agar proses hukum dilanjutkan semakin besar.
BACA JUGA:Road to Pertamina Grand Prix of Indonesia 2025: Akselerasi Ekonomi Lombok
Perseteruan hukum ini dinilai sebagai ujian penting bagi tata kelola infrastruktur nasional.
Jika pengadilan mengabulkan gugatan class action KMPAN, maka pengelolaan ruas Tol Cawang–Pluit berpotensi kembali ke tangan negara.
Langkah ini bisa menjadi preseden penting dalam mendorong pengelolaan aset publik yang lebih transparan, profesional, dan sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku.