We'll Come Back! Kota Tua Ampenan dan Museum NTB Ubah Diplomasi Rasa Jadi Kenangan Manis

We'll Come Back! Kota Tua Ampenan dan Museum NTB Ubah Diplomasi Rasa Jadi Kenangan Manis

Kota Tua Ampenan jadi salah satu destinasi spesial dalam rangkaian kunjungan mereka—tempat di mana sejarah dan keberagaman hidup berdampingan dalam harmoni yang langka--Kemenparekraf

AMPENAN, DISWAY.ID - Suasana Kota Tua Ampenan yang biasanya tenang mendadak semarak pagi itu.

Jumat, 9 Mei 2025, dentuman musik tradisional menggema dari ujung jalan, bersahutan dengan sorak sorai anak-anak yang menampilkan atraksi barongsai penuh semangat.

Di tengah keramaian itu, puluhan wajah asing tampak terpukau, beberapa merekam dengan ponsel, sebagian lagi tersenyum lebar sambil bertepuk tangan.

Mereka adalah delegasi dari Indonesia Gastrodiplomacy Series (IGS) 2025, terdiri dari duta besar dan perwakilan 38 negara yang sedang menikmati hari kedua perjalanan budaya di Nusa Tenggara Barat.

Kota Tua Ampenan jadi salah satu destinasi spesial dalam rangkaian kunjungan mereka—tempat di mana sejarah dan keberagaman hidup berdampingan dalam harmoni yang langka.

“Pertunjukannya sangat menyentuh, ada nuansa persaudaraan di sini,” ujar H.E. Mr. Tomáš Ferko, Duta Besar Slovakia, sesaat setelah atraksi barongsai selesai dikutip dari laman resmi Pemprov NTB. 

“Kami bukan cuma menikmati, tapi juga belajar—tentang keberagaman, sejarah, dan rasa. We'll come back definitely to see other places,” ucapnya penuh antusias.

BACA JUGA:Semoga Mabrur! Pelepasan 306 Calon Jemaah Haji Kloter 9 Mataram Diselimuti Tangis Haru

Miniatur Indonesia di Jantung Lombok

Ampenan bukan sekadar kota tua—ia adalah jejak peradaban dan persinggahan budaya, yang dulunya merupakan pusat perdagangan Lombok di bawah pemerintahan Hindia Belanda.

Kawasan ini dihuni oleh masyarakat dari beragam latar belakang—Jawa, Tionghoa, Bugis, Melayu, Arab, Bali, hingga Bajo—yang tinggal berdampingan dalam kampung-kampung tematik.

Sebuah miniatur Indonesia, begitu banyak yang menyebutnya.

Wajah-wajah ceria para delegasi berjalan menyusuri lorong-lorong sempit yang diapit bangunan kolonial berdinding tebal.

Arsitektur khas peninggalan Belanda yang sudah berusia lebih dari satu abad tetap berdiri megah meski waktu telah banyak berubah.

“Ini seperti melangkah ke dalam buku sejarah,” gumam salah satu perwakilan dari Eropa Timur.

Sumber: