Perjanjian Perdamaian Timur Tengah, Israel dan Hamas Lanjutkan Negosiasi di Mesir
Militan Hamas--Quds press
NTB, DISWAY.ID – Putaran baru perundingan tidak langsung antara Israel dan Hamas kembali dibuka di Sharm el-Sheikh, Mesir, pada Selasa, 7 Oktober, sebagai upaya mencapai kesepakatan akhir dalam rencana perdamaian yang diinisiasi Amerika Serikat (AS).
Proses ini merupakan lanjutan dari pembicaraan pada hari sebelumnya.
Sumber dari otoritas Palestina dan Mesir mengatakan bahwa fokus utama negosiasi kali ini adalah menciptakan kondisi yang memungkinkan terjadinya pertukaran tahanan: pembebasan seluruh sandera Israel sebagai imbalan bagi ratusan tahanan Palestina.
BACA JUGA:Melaju dengan Integritas: Mataram jadi Kota Percontohan Antikorupsi 2025
Perdana Menteri Israel menyampaikan optimisme bahwa terobosan dapat diumumkan dalam beberapa hari ke depan.
Presiden AS Donald Trump, yang menggagas rencana perdamaian tersebut, juga memberi pernyataan serupa.
“Kami berada pada posisi yang sangat baik untuk mencapai kesepakatan yang bertahan lama,” kata Trump di Gedung Putih.
Hamas Terima Sebagian Usulan, Beberapa Isu Kunci Belum Dijawab
Hamas mengonfirmasi telah menerima sebagian dari proposal AS, namun masih menolak memberikan jawaban terkait isu-isu paling sensitif, termasuk pelucutan senjata serta masa depan peran politik mereka di Gaza.
Menurut pejabat yang terlibat dalam perundingan, sesi pertama berakhir pada Senin, 6 Oktober malam, dan pembicaraan berlanjut ke hari kedua.
Waktu negosiasi ini bertepatan dengan dua tahun peringatan serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan 251 lainnya disandera.
Sejak peristiwa tersebut, Israel melancarkan operasi militer skala besar di Gaza.
BACA JUGA:Klaim Mencerahkan Hingga Hilangkan Jerawat, Amankah Baking Soda untuk Wajah?
Data Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas menyebut lebih dari 67.160 warga Palestina telah tewas, termasuk 18.000 anak-anak.
Dukungan Internasional untuk Rencana Perdamaian
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebut inisiatif AS ini sebagai peluang penting untuk mengakhiri konflik berkepanjangan tersebut.
Sumber: