MATARAM – Kuasa hukum perempuan berinisial M, Yan Mangandar Putra, mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat untuk bersikap terbuka dan jujur dalam mengungkap hasil penyelidikan kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi. Ia menyoroti potensi ketimpangan dalam proses penegakan hukum terhadap kliennya yang kini berstatus tersangka.
“Besar harapan kami, rilis Polda NTB pagi ini membuka tabir kebenaran yang sebenar-benarnya, bukan sebaliknya,” ujar Yan dalam keterangannya pada Jumat, 4 Juli 2025.
Yan menjelaskan, berdasarkan hasil otopsi usai Ekshumasi, ditemukan tanda-tanda kekerasan di berbagai bagian tubuh korban. Luka tersebut teridentifikasi pada wajah, leher, lengan atas, tengkuk, punggung, lutut, kepala, hingga jari kaki.
“Melihat apa yang dialami korban ini, tentu begitu kejam pelaku melakukannya,” ucapnya.
Lebih lanjut, Yan mengungkapkan sejumlah hal yang menurutnya menimbulkan keraguan terhadap keadilan proses hukum yang tengah berjalan. Ia menyoroti beberapa kejanggalan dalam kasus tersebut.
1. Hubungan Personal dan Hirarki Jabatan
Brigadir Nurhadi disebut memiliki hubungan dekat dengan atasannya, Ipda HC, yang juga kini menjadi tersangka. Sementara M, menurut Yan, baru pertama kali bertemu korban di malam kejadian. Kondisi ini dinilai membuka ruang kemungkinan motif lain yang lebih kuat.
2. Situasi Saat Insiden Terjadi
Menurut Yan, pada saat kejadian, semua pihak yang terlibat, termasuk korban dalam kondisi tidak sepenuhnya sadar akibat konsumsi obat penenang, ekstasi, dan alkohol. Dalam keadaan tersebut, M yang merupakan seorang perempuan dianggap lebih rentan mengalami hilang kesadaran dan kesulitan merekonstruksi peristiwa secara utuh.
3. Dugaan Rekayasa oleh Pihak Berpengalaman
Yan mengingatkan bahwa beberapa tersangka lain adalah anggota kepolisian yang telah terbiasa menangani kasus. Hal ini, menurutnya, menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan narasi kejadian dimanipulasi, termasuk ketika jenazah pertama kali ditemukan dan dilaporkan meninggal karena tenggelam.
“Sempat pula ada permintaan dari salah satu tersangka agar M tidak menceritakan soal penggunaan obat dan ekstasi kepada siapa pun,” tambahnya.
4. Potensi Relasi Kuasa dalam Institusi
Meski dua tersangka lainnya telah diberhentikan dari institusi kepolisian, keduanya disebut pernah memegang jabatan strategis di lingkungan Polda NTB. Yan menilai, masih ada kemungkinan mereka memiliki akses pengaruh yang dapat memengaruhi jalannya penyidikan.
5. Penanganan yang Terlambat
Yan juga menyinggung lambatnya respon aparat terhadap kasus ini. Meski sejak awal sudah ada indikasi kematian tidak wajar, penanganan hukum baru dilakukan setelah kasus tersebut menjadi sorotan publik.
Ia pun meminta agar proses penyidikan dilakukan secara adil dan setara terhadap semua tersangka.
“Kami tidak ingin klien kami menjadi tumbal dalam perkara yang kompleks ini. Ia berhak mendapatkan perlindungan hukum yang adil dan bebas dari prasangka,” tegas Yan.
Untuk diketahui, Brigadir Muhammad Nurhadi anggota propam Polda NTB ditemukan tewas di kolam salah satu vila di Gili Trawangan pada April 2025 lalu.
Kematian Nurhadi menimbulkan kecurigaan. Karena adanya bekas kekerasan di tubuh korban, yang memicu penyelidikan lebih lanjut.
Setelah polisi melakukan pemeriksaan, dua anggota kepolisian yaitu IMY dan HC beserta seorang perempuan berinisial M, ditetapkan sebagai tersangka.
IMY dan HC telah dipecat tidak dengan hormat serta menjalani pemeriksaan menyeluruh oleh penyidik, sedangkan M ditahan sejak 2 Juli 2025
Kasus ini menyedot perhatian publik karena adanya dugaan ketidakwajaran dalam proses hukum, termasuk adanya potensi konflik kepentingan dan tekanan institusional.