Mobil Listrik Bisa Bahaya? Ini Peringatan Keras dari GIAC 2025!

Mobil Listrik Bisa Bahaya? Ini Peringatan Keras dari GIAC 2025!

NTB.DISWAY.ID, JAKARTA – Masa depan industri otomotif Indonesia yang ramah lingkungan menjadi sorotan utama dalam ajang The 19th Gaikindo International Automotive Conference (GIAC) dan Daily Seminar di GIIAS 2025. Acara bergengsi ini digelar di Garuda Main Hall, ICE BSD City, pada Selasa (29/7/2025), mengusung tema “Empowering the Future Thru Renewable Energy”.

Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, menegaskan bahwa GIAC bukan hanya ajang diskusi, tapi juga wadah kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan akademisi untuk menyongsong masa depan otomotif hijau.

Pemerintah terus mendorong penggunaan energi terbarukan seperti biodiesel, bioetanol, hingga pengembangan industri hijau untuk mendukung target Net Zero Emission (NZE) 2060. Namun, Kukuh mengingatkan, adopsi teknologi ramah lingkungan juga harus inklusif terhadap pelaku industri yang masih mengandalkan mesin pembakaran dalam (ICE).

Jonan: Mobil Listrik Bagus, Tapi Infrastruktur Masih Jauh

Mantan Menteri ESDM, Ignasius Jonan, mengungkapkan bahwa Indonesia belum siap sepenuhnya untuk beralih ke kendaraan listrik murni (BEV). Menurutnya, kendaraan hybrid dan PHEV lebih cocok dalam 20–25 tahun ke depan, karena infrastruktur charging station masih terbatas.

“SPBU saja belum merata, apalagi stasiun pengisian listrik,” ujarnya.

Jonan juga menyoroti tantangan lain seperti daya listrik PLN yang belum memadai, belum adanya smart grid, hingga belum jelasnya regulasi limbah baterai kendaraan listrik. Ia juga mengingatkan bahwa generasi muda lebih tertarik pada layanan transportasi online daripada membeli mobil pribadi.

Alin: Jangan Sampai Mobil Listrik Mematikan Industri Lokal

Di sisi lain, Alin Halimatussadiah dari LPEM FEB UI mengingatkan bahwa transisi kendaraan listrik harus dilakukan secara bertahap dan adil. Ia menilai, industri otomotif konvensional masih menjadi tulang punggung ekonomi nasional, menyumbang devisa besar dan menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja langsung dan tidak langsung.

Ia mengkritik masuknya mobil listrik impor murah yang mendapatkan insentif hingga Rp12 triliun, karena bisa memicu predatory pricing dan merusak daya saing produsen lokal. Saat ini saja, mobil LCGC sudah mencapai 85% TKDN, sementara mobil listrik baru ditargetkan 60% TKDN pada 2027.

“Kebijakan NZE 2060 harus disusun secara cermat. Jangan sampai industri dalam negeri kolaps karena transisi yang tergesa-gesa,” tegas Alin.

GIAC 2025 pun menjadi momen penting untuk menyusun strategi energi bersih yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga berpihak pada pelaku industri lokal dan stabilitas ekonomi nasional.

Sumber: