DJP Nusa Tenggara Petakan Potensi Pajak Petani, Penjualan Produk Pertanian Jadi Sorotan

DJP Nusa Tenggara Petakan Potensi Pajak Petani, Penjualan Produk Pertanian Jadi Sorotan - Foto: Disway NTB/Ryan--
Mataram, DISWAY.ID – Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nusa Tenggara, Simon Jaya, menyebut sektor pertanian berpotensi besar dalam perluasan basis pajak. Menurutnya, aktivitas ekonomi petani terutama yang berkaitan dengan penjualan hasil panen dalam jumlah besar sudah saatnya diperhitungkan sebagai bagian dari objek pajak, jika melampaui ambang batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
“Transaksi isi perut adalah yang terbesar. Saya lihat ada yang omzetnya sampai Rp3 miliar setahun. Kalau begitu, sudah wajib pajak namanya,” kata Simon dalam sebuah diskusi publik perpajakan, Selasa (5/8).
Ia menegaskan, pengenaan pajak bukan pada sektor pertanian secara umum, melainkan pada pelaku usaha tani yang telah memiliki penghasilan bersih di atas ambang batas PTKP, yakni Rp54 juta per tahun untuk individu lajang. “Kalau penghasilannya Rp200 juta setahun, dikurangi biaya dan PTKP, sisanya itulah yang dikenai tarif pajak. Mulai dari 5 persen,” tambahnya.
Simon juga menyampaikan bahwa dengan teknologi digital dan pemetaan ekonomi berbasis data, potensi pajak dari sektor informal, termasuk pertanian, dapat digali lebih optimal. Ia mencontohkan temuan di satu kabupaten, di mana pelaku usaha yang sebelumnya tidak tercatat, ternyata memiliki kontribusi transaksi hingga belasan miliar rupiah secara kumulatif.
“Selama dua bulan saya petakan. Banyak yang simpan dana belum dikenai pajak, sekarang sudah ketahuan. Hampir semua sektor potensial,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyinggung bahwa pajak bukanlah bentuk tekanan, melainkan kontribusi kolektif bagi pembangunan. “Garangnya pajak itu agar makin banyak orang tersenyum. Termasuk penerima BSU bantuan itu dari pajak,” ucap Simon, menyindir persepsi negatif masyarakat terhadap DJP.
Sementara itu, Wakil Gubernur NTB menekankan pentingnya edukasi dan pendekatan persuasif dalam memperluas kepatuhan pajak. “Dari 82 juta potensi wajib pajak secara nasional, baru 2 juta yang benar-benar melaporkan dan membayar. Masih jauh,” kata Wakil Gubernur dalam acara yang sama.
Ia menilai respons masyarakat terhadap kampanye pajak semakin membaik, terutama setelah pemberian sejumlah stimulan dan sosialisasi massif. “Saya rasa ada peningkatan. Antusias masyarakat menyambut Gebyar Pajak ini bagus sekali,” ujarnya.
Meski demikian, DJP NTB belum merilis data spesifik mengenai porsi petani dalam laporan SPT tahunan. Simon menyebut pihaknya masih dalam tahap pemetaan dan pendekatan. “Belum ada angka pasti, tapi nanti akan kami buka secara bertahap,” katanya.
Isu kewajiban pajak juga sempat menghangat di media sosial setelah muncul pertanyaan soal pajak atas amplop pernikahan. Menanggapi hal ini, Simon menegaskan bahwa prinsip pajak berlaku atas setiap bentuk penghasilan dan tambahan kemampuan ekonomis, tanpa memandang sumbernya.
“Amplop di atas meja atau bawah meja, kalau ada nilai ekonomisnya, ya kena pajak. Tapi itu bukan berarti kami akan datangi pengantinnya. Pajak di Indonesia menganut sistem self-assessment,” tegasnya.
Dengan sistem ini, Simon berharap pelaporan dan pembayaran pajak bisa dilakukan secara jujur dan sukarela, didorong oleh edukasi serta transparansi.
Sumber: