Putar Al-Qur'an Kena Royalti, Hotel Syariah di Mataram Protes

Putar Al-Qur'an Kena Royalti, Hotel Syariah di Mataram Protes - Foto: Disway NTB/Ryan--
Mataram, DISWAY.ID – Salah satu pengusaha hotel di Kota Mataram mempertanyakan penerapan tarif royalti musik dan lagu yang dikenakan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), termasuk kepada hotel berkonsep syariah yang memutar murotal atau lantunan ayat suci Al-Qur’an.
Rega Fajar Firdaus, General Manager Hotel Madani, mengatakan pihaknya sudah menerima surat tagihan royalti sejak akhir Juli 2025. “Kalau di Madani, tagihan yang keluar itu sebesar Rp4,4 juta per tahun, termasuk PPN. Tarif ini dihitung berdasarkan jumlah kamar, kami punya 59 kamar, jadi masuk kategori 51–100 kamar,” ujarnya Rabu (13/8).
Menurutnya, aturan LMKN menghitung royalti untuk hotel berdasarkan jumlah kamar, karena dianggap setiap kamar memiliki televisi yang bisa memutar musik atau suara yang mengandung hak cipta. “Masalahnya, walaupun tamu tidak memutar musik atau kita hanya memutar murotal, tetap dikenakan. Bahkan suara burung digital atau suara alam dari YouTube pun kena,” jelasnya.
Rega menilai hal ini membebani pelaku usaha, terutama hotel kecil, di tengah kondisi ekonomi yang lesu. “Musik di hotel bukan kebutuhan utama, tamu datang untuk menginap. Kami sudah stop memutar musik, tidak ada komplain dari tamu,” katanya.
Asosiasi Hotel Mataram (AHM) yang beranggotakan sekitar 30 hotel akan menggelar rapat 21 Agustus mendatang untuk menentukan sikap bersama sebelum berdialog dengan LMKN. “Ada anggota yang sudah bayar, ada yang masih skeptis. Kami ingin satu suara dulu sebelum bicara dengan LMKN,” ujarnya.
Rega juga menyoroti sanksi yang dinilai terlalu berat jika menolak membayar royalti. “Bisa pidana maksimal 10 tahun atau denda Rp4 miliar. Terlalu jauh kalau sampai pidana, kami bukan residivis,” katanya.
Selain hotel, tarif royalti juga diberlakukan untuk restoran, pub, dan diskotek dengan perhitungan berbeda, mulai dari per kursi hingga per meter persegi. “Aturan ini perlu dikaji ulang secara teknis, dan pelaku usaha harus diajak duduk bersama sebelum diterapkan,” tegas Rega.
Sumber: