“Kami meyakini bahwa perempuan dan pemuda adalah bagian dari perjuangan kemajuan bersama. Bukan untuk menyaingi siapa pun, tapi untuk ikut memikul kerja-kerja damai yang mungkin terlalu berat jika hanya dilakukan oleh segelintir orang,” katanya.
BACA JUGA:Kadin Siap Sukseskan Danantara, Kelola Aset Senilai 900 Miliar Dolar AS
Kampo Mahawo hadir bukan sebagai proyek seremonial, tapi sebagai model hidup yang mencoba membumikan perdamaian di tanah yang kaya budaya ini. Dukungan dari UN Women, Kedutaan Besar Belanda, dan Korea Selatan turut memperkuat semangat itu.
Malam mulai turun, namun semangat tak surut.
Dari balik panggung sederhana di Bima, suara perempuan dan pemuda bersatu dengan gema warisan lokal, menanamkan harapan agar damai bukan hanya kata dalam pidato, tapi kenyataan yang tumbuh di setiap kampung.
Dan Yenny Wahid, di tengah masyarakat yang menyambut hangat, membuktikan bahwa perjuangan Gus Dur terus berdenyut—dari Jakarta hingga ke jantung Bima.