Sekotong Terancam Rusak, Walhi Kritik Rencana Legalkan Tambang di Lombok Barat

Sekotong Terancam Rusak, Walhi Kritik Rencana Legalkan Tambang di Lombok Barat

Tampak Tambang Ilegal Dari Pantauan Drone - Foto: Net--

Lombok Barat - Wacana Pemerintah Kabupaten Lombok Barat (Lobar) yang berupaya melegalkan aktivitas pertambangan di kawasan Sekotong menuai kritik tajam dari sejumlah kalangan. Alih-alih menekan angka kemiskinan, langkah tersebut justru dinilai mencerminkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola sumber daya alam (SDA).

Direktur Walhi NTB, Amri Nuryadin, menjadi salah satu pihak yang lantang menyuarakan penolakan. Ia menilai kebijakan yang diinisiasi di bawah kepemimpinan L. Ahmad Zaini dan Wakil Bupati Nurul Adha berpotensi mempercepat kerusakan lingkungan di kawasan tersebut.

Amri mengingatkan, sebelum menerbitkan izin tambang, pemerintah daerah semestinya terlebih dahulu mengevaluasi dampak kerusakan lingkungan yang sudah terjadi.

“Pemda harus melihat bahwa laju kerusakan sudah 60 persen. Kalau dipaksakan diberikan izin, maka kita tidak tahu berapa besar lagi kerusakan lingkungan hutan di sana,” tegas Amri, Selasa, 1 Juli 2025.

Lebih jauh, ia menyebutkan buruknya tata kelola sumber daya alam di NTB, khususnya di Lombok Barat, telah terlihat jelas dan semakin memperihatinkan.

Kritik tersebut sekaligus merespons pernyataan Wakil Bupati Lombok Barat, Nurul Adha, yang sebelumnya menyebut legalisasi tambang rakyat akan memudahkan pengawasan pemerintah, khususnya terkait keselamatan lingkungan.

Nurul mengklaim, jika perizinan dikeluarkan, aktivitas tambang di Sekotong ke depan akan menerapkan teknologi ramah lingkungan dan bebas merkuri. Namun, Amri meragukan klaim tersebut, mengingat persoalan limbah masih menjadi masalah besar di industri pertambangan, termasuk di perusahaan besar sekalipun.

“Sekelas tambang besar AMNT saja membuang limbahnya bermasalah. Pertanyaan berikutnya, ketika izin diterbitkan, bagaimana pengolahan limbah?. Mau dibuang ke mana?. Itu juga harus jelas,” katanya.

Amri menambahkan, dampak negatif pertambangan tidak hanya berkaitan dengan kerusakan alam, tetapi juga mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat sekitar. Menurutnya, sulit membayangkan adanya tambang yang benar-benar ramah lingkungan.

“Di mana-mana tambang itu pasti merusak. Karena akan mengeruk. Tidak ada rumusnya ramah lingkungan,” ujarnya.

Fokus ke Pariwisata Dinilai Lebih Bijak

Alih-alih membuka izin tambang, Amri mendorong pemerintah mengembangkan sektor pariwisata yang selama ini menjadi kekuatan Lombok Barat, khususnya di wilayah-wilayah dengan potensi alam yang masih asri.

Ia menilai, pendekatan seperti perhutanan sosial lebih tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa harus merusak lingkungan.

“Tentunya lebih ramah lingkungan. Kalau memang orientasinya mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan. Apalagi di sana ada pariwisata alam yang asri,” saran Amri.

Ia mengingatkan, jangan sampai citra Lombok Barat sebagai daerah dengan slogan "Patut Patuh Patju" tercoreng akibat aktivitas tambang yang masif. Terlebih, saat ini aparat kepolisian masih menangani dugaan tambang ilegal di kawasan tersebut.

“Kalau semua kawasan esensial diorientasikan untuk izin pertambangan, saya pikir pemerintah malas berpikir untuk mencari jalan keluar yang lebih berkelanjutan bagi rakyat,” kritiknya.

Walhi Siap Tempuh Jalur Hukum

Amri menegaskan, ketimbang mendorong legalisasi tambang, seharusnya pemerintah daerah lebih fokus pada upaya pemulihan lingkungan yang telah rusak akibat aktivitas tambang ilegal selama ini.

“Prinsipnya orang memberikan izin, tidak pada semua tempat dan semua orang,” katanya mengingatkan.

Sebagai informasi, beberapa waktu lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Gakkum KLHK sempat memasang plang penyegelan di lokasi tambang ilegal Sekotong, menandakan masih banyak persoalan hukum yang belum tuntas.

Amri juga mencurigai adanya kepentingan tersembunyi di balik dorongan legalisasi tambang rakyat, termasuk potensi keterlibatan tenaga kerja asing asal Tiongkok serta wacana pembentukan koperasi tambang.

“Kami curiga ada kongkalikong besar di balik ini. Karena kasus ini belum selesai di APH. Bagaimana proses izin bisa dilakukan sementara proses hukum masih berjalan,” ungkap Amri.

Walhi NTB pun memastikan akan menempuh jalur hukum jika pemerintah tetap memaksakan penerbitan izin pertambangan. Mereka akan menguji legalitas proses perizinan tersebut, termasuk memastikan siapa sebenarnya yang akan diuntungkan.

“Apakah benar untuk rakyat. Izin itu akan kami uji. Kita punya legal standing,” tutupnya.

Wabup Lobar: Legalitas Tambang untuk Sejahterakan Warga

Sebelumnya, Wakil Bupati Lombok Barat, Nurul Adha, menyampaikan bahwa rencana legalisasi tambang rakyat di Sekotong merupakan hasil kunjungan lapangan bersama Wakil Ketua Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Nanik Sudaryati Deyang.

Menurutnya, ironis jika kawasan yang memiliki potensi tambang justru dihuni oleh masyarakat yang masih hidup dalam kemiskinan.

“Kami punya pertambangan nih di Sekotong, tapi masyarakat sekitar miskin. Itu kan nggak bisa kita pungkiri,” kata Nurul.

Ia berharap, melalui legalisasi dan pembentukan koperasi, hasil tambang bisa dikelola secara bersama dan memberikan manfaat langsung bagi warga sekitar.

“Harapannya nanti dengan survei itu, pertambangan rakyat ini bisa dilegalkan. Dibentuk koperasi, sehingga masyarakat betul-betul bisa menikmati hasilnya,” jelasnya.

Selain itu, legalisasi ini juga diharapkan dapat meningkatkan pengawasan pemerintah, termasuk dari aspek lingkungan.

“Juga supaya pertambangan kita aman secara lingkungan. Tidak pakai merkuri, tapi ada alternatif yang lain. Teknologi juga dipakai, teknologi yang tepat lah untuk pertambangan dan ramah lingkungan,” pungkasnya.

Sumber: