Aktivis Hadiahi Jamu Tolak Angin Untuk PN Mataram

Aktivis Hadiahi Jamu Tolak Angin Untuk PN Mataram

PN Mataram menerima hadiah Tolak Angin dari Aktivis Unram. FOTO/Ist--

Mataram, Disway.id -Vonis ringan terhadap dua pelaku kekerasan seksual oleh Pengadilan Negeri Mataram menuai kecaman keras dari Koalisi Stop kekerasan seksual (KSKS) NTB.

Sebagai bentuk protes, sejumlah aktivis dari BEM Unram, LBH Apik NTB, LPA Kota Mataram, dan PBHM NTB menggelar aksi di halaman PN Mataram.

Mereka menyerahkan secara simbolis beberapa jamu tradisional merek Tolak Angin dan kartu kuning kepada Ketua PN Mataram, Ary Wahyu Irawan. Simbol itu disebut sebagai sindiran keras bahwa putusan hakim “masuk angin” dan gagal memberi efek jera bagi pelaku kekerasan seksual.

“Ini aksi simbolik bentuk kekecewaan kami melihat putusan pengadilan yang tidak memiliki empati dan kepedulian pada korban. Vonis jauh lebih ringan dari tuntutan, tidak menghadirkan rasa keadilan,” tegas Megawati Iskandar Putri dari LBH Apik NTB.

Menurutnya, vonis tersebut bukan hanya melukai hati korban, tetapi juga memberi preseden buruk bagi penanganan kasus kekerasan seksual di masa depan. Ia menilai, pesan yang ditangkap publik justru bahwa pelaku bisa lolos dengan hukuman ringan meski perbuatannya meninggalkan trauma panjang bagi korban.

“Korban sudah menanggung malu, rasa takut, dan kerusakan masa depan. Begitu mereka berani melapor, ternyata hukum tidak berpihak pada perempuan,” ujar Mega.

Aktivis menegaskan, putusan ini menjadi pengingat bahwa perjuangan melawan kekerasan seksual masih panjang. Mereka mendesak agar aparat hukum lebih tegas menjatuhkan hukuman, tidak lagi “masuk angin” ketika berhadapan dengan kasus yang merusak hidup korban.

Sebelumnya, Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) NTB mengecam keras tuntutan dan putusan ringan terhadap para terdakwa kasus kekerasan seksual di sebuah pondok pesantren di Sekotong, Lombok Barat. 

Kasus ini menyeret tiga terdakwa yaitu Ust. Wahyu Mubarok alias Gus Wahyu dituntut delapan tahun penjara. Kemudian Ust. Haji Marwan alias Abah Marwan, PN Mataram menjatuhkan putusan lebih ringan kepada Marwan, yakni enam tahun penjara. Tuntutan terhadap terdakwa ketiga yaitu pemilik pondok pesantren, dijadwalkan dibacakan pada 17 September 2025

KSKS menilai langkah Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram maupun Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mataram dengan memberi hukuman ringan kepada pelaku sebagai bentuk kemunduran dalam penegakan hukum, sekaligus mencederai upaya perlindungan anak di NTB.

 

 

Sumber: