Menyelami Taman Laut Pandanan, Surga Ekowisata Baru di Lombok Utara yang Tak Sekadar Pantai

Lombok Utara kembali mencuri perhatian dunia pariwisata dengan gebrakan baru: pengembangan Taman Laut Pandanan sebagai destinasi unggulan berbasis ekowisata.--Taman Laut Pandanan
LOMBOK, DISWAY.ID - Lombok Utara kembali mencuri perhatian dunia pariwisata dengan gebrakan baru: pengembangan Taman Laut Pandanan sebagai destinasi unggulan berbasis ekowisata.
Tak hanya menjual pemandangan pasir putih dan birunya laut, kawasan ini dihidupkan dengan konsep 3E: Environment, Economy, dan Equity—sebuah pendekatan holistik yang mengutamakan keseimbangan antara alam, masyarakat lokal, dan keberlanjutan ekonomi.
Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal, dalam sambutannya pada peringatan Hari Laut Dunia dan Hari Segitiga Karang 9 Juni 2025, menegaskan bahwa Taman Laut Pandanan bukan hanya tempat indah, tapi juga wilayah yang kaya nilai ekologis dan sosial.
“Ekosistem laut itu bukan hanya lautnya, tapi juga pesisirnya, pantainya, dan manusia yang tinggal di sekitarnya, bahkan udaranya,” ujar Gubernur Miq Iqbal.
BACA JUGA:Kasus Kakak Tega Jual Adik ke Om-Om di Mataram Terbongkar, 2 Orang Jadi Tersangka Prostitusi Online
Keunikan Alam: Dari Elang Siberia hingga Situs Gunung Api Purba
Taman Laut Pandanan menyimpan kekayaan biodiversitas yang luar biasa.
Salah satunya adalah jalur migrasi elang alap atau elang Siberia, menjadikannya spot sempurna bagi pecinta bird watching.
Kawasan ini juga menyimpan situs vulkanik dari gunung merapi purba, yang menambah nilai geowisata bagi para penjelajah alam.
Bayangkan menyelam di laut yang jernih, lalu naik ke daratan untuk mengamati burung langka atau menelusuri jejak gunung berapi zaman purba.
Kombinasi ini menjadikan Pandanan sebagai paket lengkap untuk wisata berbasis pengalaman.
BACA JUGA:Gak Berkutik, Samurai Hajar Garuda 3-0 Babak Pertama Kualifikasi Piala Dunia 2026
Berbeda dari destinasi wisata massal yang kerap mengorbankan masyarakat lokal, pengembangan Taman Laut Pandanan dilakukan dengan prinsip tidak meminggirkan warga sekitar.
Sebaliknya, masyarakat menjadi bagian dari ekosistem pariwisata itu sendiri—sebagai penjaga, pengelola, sekaligus penerima manfaat utama.
Konsep ini menggandeng komunitas, kampus, hingga generasi muda untuk terlibat dalam kegiatan konservasi dan edukasi lingkungan.
Sumber: