LPA Soroti Diamnya Kemenag NTB dalam Kasus Santri Tewas di Ponpes Lombok Tengah

LPA Soroti Diamnya Kemenag NTB dalam Kasus Santri Tewas di Ponpes Lombok Tengah

LPA Soroti Diamnya Kemenag NTB dalam Kasus Santri Tewas di Ponpes Lombok Tengah - Foto: Disway NTB/Ryan--

Lombok Tengah, DISWAY.ID – Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Nusa Tenggara Barat menyoroti lemahnya peran Kementerian Agama (Kemenag) NTB dalam pengawasan dan penanganan kasus kekerasan di lingkungan pondok pesantren. Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua LPA NTB, Joko Jumadi, menyusul kematian seorang santri berinisial AZ (14) di sebuah pondok pesantren di Janapria, Lombok Tengah.

Joko menyebut, pondok pesantren tempat kejadian diduga belum mengantongi izin operasional, sehingga menjadi tanggung jawab Kemenag untuk melakukan penertiban. Namun, menurutnya, hingga kini tidak ada tindakan nyata dari pihak Kemenag.

“Ini pondok pesantren informasinya belum berizin. Seharusnya Kemenag bertindak. Tapi faktanya Kemenag adem-ayem, tidak ada respon, bahkan untuk rehab korban pun tidak hadir,” kata Joko, Selasa (5/8).

Ia menegaskan, meskipun pihak keluarga korban menolak proses hukum dan otopsi, kasus ini tetap dapat diproses karena laporan dibuat oleh kepolisian menggunakan model A, yang tidak memerlukan laporan dari pihak keluarga.

“Ini bukan delik aduan, jadi proses hukum tetap berjalan. Tapi memang akan jadi kendala jika keluarga tidak bersedia otopsi dan semacamnya,” ungkapnya.

Joko menambahkan, kasus kekerasan di lingkungan pesantren bukanlah yang pertama. Dalam beberapa waktu terakhir, LPA mencatat adanya sejumlah kasus serupa di beberapa daerah di NTB, termasuk di Ponpes Al-Aziziyah, Sumbawa, dan Lombok Barat.

“Ini sudah beberapa kasus. Tapi sayangnya tidak ada pencegahan sistematis. Ini PR besar buat Kemenag,” tegasnya.

Ia juga menyoroti maraknya kasus bullying di berbagai level pendidikan, termasuk di pondok pesantren. Menurut Joko, tata kelola pondok yang belum baik memperparah potensi kekerasan antar santri.

“Kasus ini informasinya bermula dari saling olok-olok antar santri, lalu ada tindak kekerasan. Korban didorong, ditendang, dan kepalanya terbentur tembok hingga meninggal. Ini terjadi antar siswa baru, dalam masa pengenalan lingkungan sekolah,” jelasnya.

Joko berharap Kemenag segera mengambil langkah konkret, bukan hanya dalam pengawasan izin pesantren, tetapi juga dalam membangun sistem perlindungan dan pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan berbasis agama.

Sumber: